Askep Asuhan Keperawatan Talasemia
BAB 1
I.
Konsep dasar penyakit
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas ggugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu thalassemia mayor yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang jelas.
II. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel - selnya
III. Patofisiologi
Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantau globin disebabkan rendahnya hemoglobin intraseluler (hipokromia) dan kelebihan relative rantai lainnya.
• β-Thalasemia . denagan berkurangnya sintesis β-globin, sebagian besasr rantai α yang diproduksi tidak dapat menemukan pasangannya rantai β untuk berikatan. Rantai α yang bebas membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan menghasilkan berbagai akibat selanjutnya, yang terpenting adalah kerusakan membrane sel, menyebabkan keluarnya K⁺ dan gangguan sintesis DNA. Perubahan ini menyebakan destruksi precursor sel darah merah dalam sumsum tulang (eritropoesis inefektif) dan hemolisis sel darah abnormal dilimpa (status hemolitik). Anemia yang disebabkannya, bila parah, menyebabkan ekspansi kompensasi sumsum eritropoetik, yang dapat menembus korteks tulangdan menyebabkan abnormalitas rangka pada anak-anak yang sedang bertumbuh. Eritropoesis yang inefektif juga berkaitan dengan absorpsi berlebihan besi dari makanan, yang bersama dengan berulangnya transfuse darah (diperlukan oleh bebrapa penderita) menebabkan kelebihan besi yang parah.
• α-thalassemia. Berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai α dan rantai non-α (β,γ, atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai pasangan aakan membentuk agregat yang tidak stabil yang merusak sel darah merah dan prekursornya.
IV. Tanda danm gejala
1. Pucat
2. Fasies mongoloid fasies cooley
3. Gangguan pertumbuhan
4. Hepatosplenomegali
5. Ada riwayat keluarga
6. Ikterus atau sub ikterus
7. Tulang; osteoporosis, tampak struktur mozaik
8. Jantung membesar karena anemia kronis
9. Ginjal juga kadang – kadang juga membesar disebabkan oleh hemophoesis ekstra meduller
10. Kelainan hormonal seperti : DM, hipotiroid, disfungsi gonad
11. Serangan sakit perut dengan muntah dapat menstimulasi gejaaala penyakit abdomen yang berat
V. Pemeriksaan Laboratorium
• Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit
dalm batas normal
• Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
• Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
• Kadar besi serum meningkat
• Bilirubin indirect meningkat
• Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
• Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor
VI. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
• Infark tulang
• Nekrosis
• Aseptic kapur femoralis
• Asteomilitis (terutama salmonella)
• Hematuria sering berulang-ulang
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas ggugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu thalassemia mayor yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang jelas.
II. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel - selnya
III. Patofisiologi
Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantau globin disebabkan rendahnya hemoglobin intraseluler (hipokromia) dan kelebihan relative rantai lainnya.
• β-Thalasemia . denagan berkurangnya sintesis β-globin, sebagian besasr rantai α yang diproduksi tidak dapat menemukan pasangannya rantai β untuk berikatan. Rantai α yang bebas membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan menghasilkan berbagai akibat selanjutnya, yang terpenting adalah kerusakan membrane sel, menyebabkan keluarnya K⁺ dan gangguan sintesis DNA. Perubahan ini menyebakan destruksi precursor sel darah merah dalam sumsum tulang (eritropoesis inefektif) dan hemolisis sel darah abnormal dilimpa (status hemolitik). Anemia yang disebabkannya, bila parah, menyebabkan ekspansi kompensasi sumsum eritropoetik, yang dapat menembus korteks tulangdan menyebabkan abnormalitas rangka pada anak-anak yang sedang bertumbuh. Eritropoesis yang inefektif juga berkaitan dengan absorpsi berlebihan besi dari makanan, yang bersama dengan berulangnya transfuse darah (diperlukan oleh bebrapa penderita) menebabkan kelebihan besi yang parah.
• α-thalassemia. Berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai α dan rantai non-α (β,γ, atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai pasangan aakan membentuk agregat yang tidak stabil yang merusak sel darah merah dan prekursornya.
IV. Tanda danm gejala
1. Pucat
2. Fasies mongoloid fasies cooley
3. Gangguan pertumbuhan
4. Hepatosplenomegali
5. Ada riwayat keluarga
6. Ikterus atau sub ikterus
7. Tulang; osteoporosis, tampak struktur mozaik
8. Jantung membesar karena anemia kronis
9. Ginjal juga kadang – kadang juga membesar disebabkan oleh hemophoesis ekstra meduller
10. Kelainan hormonal seperti : DM, hipotiroid, disfungsi gonad
11. Serangan sakit perut dengan muntah dapat menstimulasi gejaaala penyakit abdomen yang berat
V. Pemeriksaan Laboratorium
• Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit
dalm batas normal
• Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
• Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
• Kadar besi serum meningkat
• Bilirubin indirect meningkat
• Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
• Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor
VI. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
• Infark tulang
• Nekrosis
• Aseptic kapur femoralis
• Asteomilitis (terutama salmonella)
• Hematuria sering berulang-ulang
BAB 11
Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10. Penegakan diagnosis
1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut:
o Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
o Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
o Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
o Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
2) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah.
11. Penatalaksanaan
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus :
1) Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
B. Diagnosa keperawatan
I. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi
NOC : Tissue
perfusion:peripheral
dengan kriteria
:Ø
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%
NIC :Monitoring
Vital sign
INTERVENSI
1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
2. Atur Posisi Semi Fowler
3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
4. Pemberian O2 kapan perlu
II. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi
INTERVENSI
1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
2. Atur Posisi Semi Fowler
3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
4. Pemberian O2 kapan perlu
II. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi
NOC:Kontrol
cairan
dengan kriteria:Ø
• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
NIC: Manajemen
cairan
INTERVENSI
1. Onservasi Intake Output Cairan
2. Observasi Tanda Vital
3. Beri pasien minum sedikit demi sedikit
4. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter
III. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi
INTERVENSI
1. Onservasi Intake Output Cairan
2. Observasi Tanda Vital
3. Beri pasien minum sedikit demi sedikit
4. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter
III. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi
NOC : Kontrol
nyeri
kriteria
hasil :
• Nyeri abdomen hilang atau kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
• Peristaltic usus normal
• Nyeri abdomen hilang atau kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
• Peristaltic usus normal
NIC : Manajemen
Nyeri
INTERVENSI
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit
3. Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4. Kolaborasi pemberian obat analgetik
C .Evaluasi
INTERVENSI
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit
3. Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4. Kolaborasi pemberian obat analgetik
C .Evaluasi
I. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
NOC : Tissue
perfusion:peripheral
dengan kriteria
:
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%
II. Devisit
volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai
dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit
lambat kembali, produksi urine kurang.
NOC:Kontrol cairan
NOC:Kontrol cairan
dengan kriteria:
• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
III. Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi
dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani,
perut distensi, peristaltic usus 10 x/m
NOC : Kontrol
nyeri
kriteria
hasil :
• Nyeri abdomen hilang atau kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
• Peristaltic usus normal
• Nyeri abdomen hilang atau kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
• Peristaltic usus normal
DAFTAR PUSTAKA
http://4askep.blogspot.com/
Doenges,
Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3.Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta
Edisi 3.Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.latar belakang
Imunitas
atau kekebalan adalah sistem pada organisme yang bekerjamelindungitubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi danmembunuh
patogenserta sel tumor, sehingga tubuh bebas patogen dan aktivitas dapat
berlangsung dengan baik.Selain dapat menghindarkan tubuh diserang patogen,
imunitas jugadapatmenyebabkan penyakit, diantaranya hipersensitivitas dan
autoimun.Hipersensitivitasadalah respon
imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Reaksihipersensitivitasterbagi
menjadi empat tipe berdasarkan mekanisme dan lama waktureaksihipersensitif,
yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe
IV.Autoimunitas adalah kegagalan dari suatu organisme untuk mengenali
bagian- bagian penyusunnya sendiri sebagai diri, yang memungkinkan respon
imun terhadap selsendiri dan jaringan tubuh. Setiap penyakit dari hasil respon
imun yang menyimpangdiistilahkan sebagai suatu penyakit autoimun . Autoimunitas
sering disebabkan olehkurangnya
perkembangan kuman dari tubuh target dan dengan demikian tindakan responkekebalan
tubuh terhadap sel sendiri dan jaringan. Contoh penyakit auto imun
yang paling seringa dalah menonjol termasuk penyakit seliak, diabetes
melitus tipe 1 (IDDM),lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Sjögren ,
Churg-Strauss Syndrome , tiroiditisHashimoto , penyakit Graves , idiopatik
thrombocytopenic purpura , rheumatoid arthritis(RA) dan alergi.Kesalahpahaman bahwa sistem kekebalan tubuh
seseorang sama sekali tidak mampu mengenali antigen diri bukanlah hal
baru. Paul Ehrlich , pada awal abad kedua
puluh, mengajukan konsep autotoxicus
horor, dimana ‘normal’ tubuh tidak mount respon
kekebalan terhadap yang sendiri jaringan.
Dengan demikian, setiap respon autoimundianggap menjadi abnormal dan
dipostulasikan untuk dihubungkan dengan penyakitmanusia. Sekarang, sudah diakui bahwa respon autoimun merupakan bagian
integral darisistem kekebalan tubuh vertebrata
(kadang disebut ‘autoimunitas alami’),
biasanya
dicegah dari penyebab penyakit oleh
fenomena toleransi imunologi diri antigen.Autoimunitas tidak harus bingung
dengan alloimmunity .Sistem imun tubuh telah
berkembang sedemikian rupa sehingga mampumengenal setiap antigen asing
dan membedakannya dengan struktur antigen diri (self antigen), tetapi dapat saja timbul gangguan
terhadap kemampuan pengenalan tersebutsehingga terjadi respons imun
terhadap antigen diri yang dianggap asing.
B.TUJUAN
1.memahami definisi dari
hipersensitivitas2. mengetahaui pembagian hipersensitivitas3.memahami perbedaan tipe hipersensitivitas4.
memahami asuhan keperawatan pada hipersensitivitas
2
BAB II
TINJAUAN
TEORI
2.1 DEFINISI
Alergi
atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuhseseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahanyang
umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihanterhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau
berbahaya.Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
allergen. Reaksihipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:a.
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas
akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal iniIgE
yang terikat pada sel
mast
atau sel basofil dengan akibat terlepasnya
histamin.Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat. Hipersensitifitas tipe I
disebut juga sebagaihipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini
berhubungan dengan kulit, mata,nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan
saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapatmengakibatkan
gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian.Waktu
reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang
jugadapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam.
Hipersensitivitas tipe Idiperantarai olehimunoglobulin E(IgE). Komponen seluler utama pada reaksi
iniadalahmastositataubasofil.Reaksi
ini diperkuat dan dipengaruhi olehkeping darah,neutrofil,daneosinofil.Uji diagnostik yang
dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit
(tusukan dan intradermal) danELISAuntuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik
untuk melawanalergen(antigen tertentu penyebab
alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu
penandaterjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung olehalergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan
beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing,mieloma,dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasihipersensitivitas
tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin,
penggunaanImunoglobulin G(IgG),
hyposensitization
(imunoterapiatau
desensitization
) untuk beberapa alergi tertentu. b.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan
oleh antibodi berupaimunoglobulin
G(IgG)danimunoglobulin E(IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel
dan matriksekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel
atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada
umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel
akan bersifat patogenik dan menimbulkankerusakan
pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (ataureaksi
silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula
menimbulkankerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II
adalah:
Pemfigus(IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di
antara sel epidermal).
Anemia hemolitik autoimun (dipicu
obat-obatan sepertipenisilinyang dapatmenempel pada permukaansel darah merahdan berperan seperti hapten
untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel
darah merah danmenyebabkan lisis sel darah merah), dan
Sindrom
Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulussehingga
menyebabkan kerusakanginjal).
MEKANISME ALERGIAlergen
masukLeukositGranulosit Nongranulosit LimfositMonosit / makrofagSpesifikNon
spesifikselulerHumoralSel T Sel helper (T4)Sel T1Sel T2 Aktifasi sel BAntibodi
imunogoblinIgEIgAIgDIgGIgMIgE+ AntigenSel mast (basofil)Histaminleukoretinserotonin1.
Kontraksi otot polos bronkus
mengi danbronkospasme2.
Dilatasi venula kecil dan kontraksi
pembuluhdarah
edema3.
Skresi lambung dan sel-sel mukosa
diareRespon inflamsi, mengandung SRS-A,
memilikikekuatan 100-1000 kali liat bronkosasme.Kontraksi
oto polos
Vasolidatasi
Peningkatanpermeabilitaskapiler
Kontraksi ototpolosReaksi alergi, ex;
asmaditangkapMengaktifkanAktifasi komplemenDergranulasi sel mastEdema
interstitialKerusakan jaringanLisis selReaksi
sitokisisekstraseluler oleh senl NKFagositosis sel pajamuProses apsonik adherenceTrombositopeniaAnemia
hemolitikEosinofiliagranulositopenia
Comments
Post a Comment